Pedagang Eceran Apakah Kena Pajak..?

Seorang pedagang atau pengusaha eceran dapat disebut juga dengan retail, yang dimana pedangan ini melakukan penyerahan barang dalam melakukan kegiatan usahanya. Berdasarkan dengan ketentuan pajak, seseorang dapat dikatakan sebagai pedagang eceran apabila melakukan kegiatan usaha penyerahan barang/jasa seperti berikut ini:

  1. Dilakukan di suatu tempat penjualan eceran/penyerahan jasa secara langsung ataupun mendatangi satu konsumen akhir ke konsumen akhir lainnya
  2. Secara langsung melakukan penjualan/penyerahan jasa kepada konsumen akhir tanpa melalui penawaran atau pemesanan tertulis, kontrak, ataupun lelang
  3. Proses penyerahan barang/jasa dilakukan secara tunai dan pedagang eceran langsung menyerahkan barang yang dijual kepada konsumen yang membelinya.

Seorang pedagang eceran atau retail juga termasuk ke dalam wajib pajak yang harus melaksanakan kewajiban perpajakannya karena pedagang eceran juga menerima penghasilan dari kegiatan usahanya tersebut untuk menambah kemampuan ekonomisnya. Penghasilan ini merupakan objek pajak dari seorang pedagang eceran yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang dimana telah mengalami perubahan beberapa kali hingga terakhir diubah menjadi Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2008.

Pajak atas Pedagang Eceran

Pedagang eceran atau retail setidaknya dikenakan oleh 2 (dua) beban pajak yang perlu diperhatikan, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

1.      Pajak Penghasilan (PPh)

Secara perorangan, pedagang eceran dapat dikenakan PPh 21 berdasarkan peraturaan terbaru pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan berikut tarif perpajakan yang dikenakan:

  • Penghasilan 0-Rp60.000.000 dikenakan tarif 5%
  • Penghasilan Rp60.000.000-Rp250.000.000 dikenakan tarif 15%
  • Penghasilan Rp250.000.000-Rp500.000.000 dikenakan tarif 25%
  • Penghasilan Rp500.000.000-Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 30%
  • Penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.

Namun, berdasarkan pendapatan bruto, pedagang eceran yang memiliki omzet penjualan kurang dari atau sama dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun, maka akan dikenakan secara otomatis tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% (setengah persen) dari total omzet penjualan yang didapatkan setiap bulannya. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018 dan telah berlaku sejak 1 Juli 2018.

Sedangkan untuk pedagang eceran yang memiliki omzet lebih dari Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) atau wajib pajak yang memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, maka besarnya pajak penghasilan (PPh) yang terutang akan dihitung menggunakan tarif pada Pasal 17 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan kena pajak, yaitu selisih antara peredaran usaha dikurangi dengan biaya-biaya yang boleh untuk dibebankan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Pedagang eceran yang termasuk ke dalam wajib pajak terdiri dari orang pribadi maupun badan. Bagi wajib pajak badan, diharuskan menyelenggarakan pembukuan walaupun wajib pajak badan ini menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) 23 Tahun 2018.

Wajib pajak yang menerapkan atau memanfaatkan pajak penghasilan 0,5% (setengah persen) merupakan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang berbentuk koperasi, firma, persekutuan komanditer (CV), atau perseroan terbatas (PT).

2.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Bagi pedagang eceran yang memiliki omzet di bawah Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) akan digolongkan sebagai pengusaha kecil. Golongan pengusaha kecil ini tidak diwajibkan untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Sedangkan bagi pedagang eceran yang memiliki omzet di atas Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) masuk ke dalam golongan pengusaha besar dan wajib hukumnya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan diwajibkan untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari konsumen. Sebagai pengusaha kena pajak (PKP), maka pedagang eceran ini wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% (sepuluh persen) dari total nilai penyerahan barang kena pajak.

Contoh Perhitungan Pajak Usaha Dagang

Perhitungan pajak usaha dagang atau pedagang eceran didasarkan pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas PPh dan PPN.

Berikut contoh perhitungan pajak usaha dagang atau pajak toko pedagang eceran:

A. Pedagang eceran Non PKP

Tuan A merupakan pedagang eceran yang memiliki toko yang  menjual perlengkapan rumah tangga dengan omzet bruto pada 2022 sebesar Rp4 miliar.

Maka, Tuan A bisa memilih tidak menjadi PKP dan memilih tidak melakukan pembukuan.

Sehingga hanya dikenakan PPh Final 0,5% dari omzet bruto, dengan perhitungan sebagai berikut:

Omzet Bruto 2022= Rp4.000.000.000
PPh Final PP 23/2018= 0,5%
PPh Terutang:
= 0,5% x Rp4.000.000.000= Rp20.000.000

B. Pedagang Eceran yang Melakukan Pembukuan

Tuan B merupakan pedagang eceran masih lajang yang memiliki toko menjual alat kecantikan dengan peredaran bruto sebesar Rp5 miliar dan melakukan pembukuan.

Sehingga Tuan B dikenakan tarif PPh sesuai Pasal 17 UU PPh dengan menggunakan pembukuan.

Sedangkan bagi pedagang eceran dengan omzet di atas Rp4,8 miliar setahun tersebut, yang sudah wajib menjadi PKP, maka harus memungut PPN dengan tarif 11% dari nilai penyerahan barang kena pajak.

Diketahui, biaya usaha Tuan B sebesar Rp3 miliar dan memiliki penghasilan lainnya sebesar Rp100 ribu, serta mengeluarkan biaya lainnya sebesar Rp40 juta.

Berikut contoh perhitungan PPh pedagang eceran PKP:

Peredaran Bruto= Rp5.000.000.000
Biaya Usaha Toko= Rp3.000.000.000 (+)
Laba Usaha Netto= Rp2.000.000.000
Penghasilan lainnya= Rp100.000.000
Biaya lainnya= Rp40.000.000 (-)
= Rp60.000.000 (+)
Jumlah total penghasilan netto= Rp2.060.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak:
PTKP (K/0)= Rp54.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak= Rp2.006.000.000
PPh Terutang:
– 5% x Rp50.000.000= Rp2.500.000
– 15% x Rp250.000.000= Rp37.500.000
– 25% x Rp500.000.000= Rp125.000.000
– 30% x 1.841.000.000= Rp552.300.000 (+)
= Rp717.300.000
PPh Terutang Pasal 21 Masa= Rp717.300.000 / 12 bulan= Rp59.775.000

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *