Kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak setelah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan memiliki NPWP adalah melakukan pembayaran dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya. Selain itu, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang dibayarkan/terutang kepada pihak lainnya. Selain Pajak Penghasilan, bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak juga memiliki kewajiban dibidang PPN dan PPn BM.
Kewajiban pajak yang harus dilakukan bagi masing-masing jenis wajib pajak berbeda-beda. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang kewajiban pajak bagi wajib pajak orang pribadi, baik yang berstatus sebagai karyawan maupun orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha serta kewajiban pajak bagi wajib pajak badan.
1. Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi Karyawan yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan).
a) WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada satu pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh seubungan dengan pekerjaan. WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.
Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan yang dibayarkan/terutang kepada karyawannya setiap bulan dan menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya ke kantor pelayanan pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih setelah dipotong pajak penghasilan. Pajak yang terutang atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh Pasal 21.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai karyawan adalah menyampaikan laporan tahunan (menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan. (Form 1770-S). Apabila wajib pajak orang pribadi ini tidak menerima/memperoleh penghasilan lain selain dari penghasilan yang diperoleh dari satu pemberi kerja, maka pada saat menyampaikan SPT Tahunan tidak akan terdapat PPh yang kurang dibayar.
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini paling lambat harus dilaporkan paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak (pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya). Jika Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT 1770-S tersebut maka akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan sebesar Rp 100.000,-.
Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam dengan sanksi pidana dan denda. Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar karena kealpaannya, diancam dengan sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Sementara bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugaian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan obyek PPh Final.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja, baik karena bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan lain selain dari pekerjaan dan penghasilan lain tsb bukan merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh pasal 25 setiap bulan.
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung berdasarkan PPh yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya setelah dikurangi dengan pemotongan yang dilakukan pihak lain yang dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas).
Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya. Jika jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 25 harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Apabila wajib pajak terlambat melakukan pembayaran PPh pasal 25, maka akan dikenakan sanksii bunga sebesar 2%/bulan, maksimum 24 bulan (48%). Sedangkan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh 25 akan dikenakan sanksi sebesar Rp 100.000/ SPT Masa.
c) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan obyek PPh Final.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja, dan memiliki penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2).
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib pajak) adalah sebagai berikut :
– Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
WPOP Karyawan yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh final pasal 4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi pegalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari nilai yang tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan nilai NJOP.
– Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;
Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WPOP karyawan dari kegiatan persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan. Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan. Apabila penyewa adalah pemotong pajak (i.e. WP Badan), maka pelunasan PPh final atas transaksi ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa. Pemotong pajak (penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan (Bukti Potong PPh Final pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima penghasilan) . Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
– Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ;
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP Karyawan dari kegiatan Jasa Konstruksi (sebagai usaha sampingan misalnya), Apabila pemakai jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh-nya wajib dibayar sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak (Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa konstruksi adalah sbb :
a) Jasa Perencanaan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah bruto;
b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi ==> 2% (dua persen) dari jumlah bruto;
c) Jasa Pengawasan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah bruto.